Amalan I’tikaf – BKM Al Fattah
  • Text berjalan saat ini pindah ke halaman Tampilan > Sesuaikan > WP Mssjid: Pengaturan > Layout Setting
Rabu, 11 Juni 2025

Amalan I’tikaf

Amalan I’tikaf
Bagikan

Oleh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Di antara yang disunnahkan di bulan Ramadhan adalah melakukan i’tikaf, yaitu berdiam diri di masjid dengan tujuan supaya bisa berkonsentrasi dalam ibadah. Berikut keterangan Al Qodhi Abu Syuja’ mengenai i’tikaf.

Kata Abu Syuja’ rahimahullah, “I’tikaf itu sunnah yang dianjurkan. Namun disebut i’tikaf jika memenuhi dua syarat yaitu (1) berniat, (2) berdiam di masjid.

Tidak boleh keluar dari i’tikaf yang dinadzarkan kecuali jika ada kebutuhan atau ada udzur semisal haidh atau sakit yang tidak mungkin berdiam di masjid.

I’tikaf itu batal dengan berhubungan intim (bersenggama).”

Pengertian I’tikaf

I’tikaf berarti tetap atau menetap pada suatu tempat. Sedangkan secara istilah berarti berdiam di masjid yang dilakukan oleh orang tertentu dengan niat khusus. (Lihat Al Iqna’, 1: 424).

Hukum I’tikaf

Hukum i’tikaf adalah sunnah muakkad dan dianjurkan dilakukan di setiap waktu di Ramadhan atau selain Ramadhan. Namun di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan lebih utama dari hari lainnya karena dicarinya lailatul qadar pada malam tersebut. Lailatul qadar hendaklah dihidupkan dengan shalat, membaca Al Qur’an, dan memperbanyak do’a karena malam tersebut adalah malam yang utama dalam setahun. Allah Ta’ala berfirman,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. ” (QS. Al Qadar: 3).

Maksudnya adalah amalan pada malam lailatul qadar lebih baik adari amalan di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. Sebagaimana kata Imam Syafi’i dan mayoritas ulama, malam ini diperoleh pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Lihat pembahasan dalam Al Iqna’, 1: 424-425.

Syarat I’tikaf

Syarat i’tikaf sebagaimana disebutkan oleh Abu Syuja’ ada dua:

1- Niat

Niat cukup dalam hati sebagaimana dalam ibadah lainnya. Dituntut berniat jika i’tikafnya wajib seperti berniat i’tikaf nadzar. Niat ini supaya bisa membedakan dengan niatan nadzar sunnah. Jika i’tikafnya mutlak, yaitu tidak dibatasi waktu tertentu, maka cukup diniatkan.

2- Berdiam

Yang dimaksud di sini adalah i’tikaf mesti berdiam di mana waktunya lebih dari waktu yang dikatakan thuma’ninah dalam ruku’ dan lainnya. Imam Syafi’i menganjurkan untuk melakukan i’tikaf sehari agar terlepas dari khilaf atau perselisihan para ulama.

3- Berdiam di masjid

Hal ini berdasarkan ayat dan ijma’ (kesepakatan para ulama). Adapun ayat adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187).

Masjid jami’ yang ditegakkan shalat Jum’at di dalamnya lebih utama daripada masjid lainnya supaya yang melaksanakan i’tikaf tidak keluar untuk melaksanakan shalat Jum’at di masjid lainnya. Akan tetapi, jika seseorang sudah berniat i’tikaf di Masjidil Haram, Masjid Nabawi atau Masjidil Aqsho, maka tidak bisa diganti dengan masjid lainnya karena keutamaan besar dari masjid tersebut.

4- Syarat yang berkaitan dengan orang yang beri’tikaf yaitu Islam, berakal, suci dari hadits besar

Tidak Keluar dari Masjid Selama I’tikaf

Yang menjalani i’tikaf tidak boleh keluar dari masjid selama i’tikafnya adalah i’tikaf nadzar, atau i’tikaf yang sudah diniatkan selama waktu tertentu. Hanya boleh keluar dari masjid jika ada kebutuhan mendesak seperti kencing, buang hajat, dan keperluan lainnya yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Di antara udzur lagi adalah karena haidh -menurut ulama yang tidak membolehkan wanita haidh diam di masjid- dan orang yang sakit yang juga tidak bisa berdiam di masjid.

Pembatal I’tikaf

Yang membatalkan i’tikaf adalah dengan bersenggama atau bersetubuh. Dalilnya adalah ayat,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187).

I’tikafnya jadi batal jika dilakukan dalam keadaan tahu dan ingat sedang beri’tikaf baik dilakukan di dalam atau di luar masjid. Adapun bercumbu (mubasyaroh) selain di kemaluan seperti saling menyentuh dan mencium bisa membatalkan i’tikaf jika keluar mani. Lihat Al Iqna’, 1: 427-428.

Selesai sudah kajian fikih dari kitab Matan Abi Syuja’. Semoga bermanfaat untuk amalan kita di bulan Ramadhan. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

SebelumnyaKekeliruan Pensyariatan Waktu ImsakSesudahnyaBagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran?
Tidak ada komentar

Tulis komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Musholla Al-Fattah
Jalan Sumber Dusun 7 Bangun Sari Baru, Kec. Tj. Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20362